Corak parang merupakan corak yang di lingkungan karaton Kasunanan Surakarta adalah salah satu dari 8 corak batik larangan. Batik larangan sendiri merupakan batik dengan corak-corak khusus yang hanya diperuntukkan bagi raja, keluarga, dan kerabatnya saja. Karena masyarakat di luar keluarga karaton tidak diperkenankan menggunakannya, maka disebut batik larangan.
Ketika kerajaan Mataram yang berpusat di kota solo ini kehilangan kekuasaan politiknya sekitar tahun 1939, maka batik larangan masih berlaku hanya bagi anak keturuan keluarga besar raja Mataram yang masih ada. Sementara masyarakat luas di luar karaton bebas menggunakannya, baik sebagai jarit maupun sebagai bahan pakaian.
Salah satu warga solo yang kemudian menjadi kerabat karaton Surakarta karena dianggap berjasa di bidang batik, keris, dan bahkan pernah dipercaya untuk mengelola museum yang dimiliki karaton, yakni almarhum KRT Hardjonagoro (bernama asli Go Tiek Swan) mencoba melestarikan corak parang ini menjadi batik klasik dengan desain baru seperti yang tampak pada gambar atas. Parang yang ditata secara geometris seperti pada corak parang klasik, oleh Go Tiek Swan ditata secara geometris tetapi dengan cara gradasi ukuran , yakni dari kecil ke besar (gambar bawah).
- Apakah Anda termasuk penggemar Motif Batik Parang? Batik berpola parang ternyata banyak memiliki filosofi mendalam. Pola Parang yang tersusun dari Parangg berselingan, amat sangat dikeramatkan, terutama Parang Barong.
BalasHapusParang Barong yang ukurannya kurang lebih 15 cm hanya diperuntukkan bagi Sultan & keluarganya, bahkan proses pembuatannya pun dikisahkan untuk menulis tiap garisnya harus ditulis dalam satu tarikan nafas, sehingga memerlukan konsentrasi lahir batin agar garisnya tidak terputus. Selain Parang Barong, ada pula Parang Klithik yang boleh dikenakan oleh Keluarga Sultan (Istri & putra-putrinya). Ukuran Parang Klithik pun lebih pendek dari Parang Barong, yakni sekitar 6 cm.
Seiring dengan perkembangan Pola & Motif Batik Indonesia, Batik Parang makin membaur dengan trend masa kini, tanpa melepaskan pakem Parang yang ada sebelumnya. Motif Batik Parang sekalipun lekat dengan tradisi tempo dulu, tapi terbukti termasuk salah satu motif batik yang paling diburu oleh pecinta batik.
- Panggung bermotif batik Parang dan Sidomukti pertama di dunia menyabet rekor MURI!!! Itu patut menjadi suatu kebanggaan, karena batik warisan bangsa.
"Bangsa kita ini sangat perlu, bukan hanya kebangkitan nasional, tapi kebanggan nasional. Moment ini bisa membangkitkan kebanggan bangsa kita. Ini sangat indah dan membanggakan. Saya jamin Di dunia ini nggak ada loh yang seperti ini. Nggak ada itu di India, China dan Amerika. Jadi kita harus bangga karena memiliki selera yang berbeda dan diakui oleh dunia," terang Jaya Suprana saat ditemui dalam acara Wedding Expo 2010, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Pembuatan panggung bermotif batik ini membutuhkan kain sebesar 15 meter x 8 meter. Cukup sederhana, namun pembuatan batik motif Sidomukti dan Parang ini membutuhkan waktu satu bulan.
"Ide yang sangat sederhana. Dan batik sedang jadi ikon, saya menggemari batik sejak lama makanya kita juga semangat dalam pembuatannya," ujar Fajar Adi, penata panggung dari rumah kampung dekor.
Ia menambahkan,"Awalnya bukan untuk MURI, tapi untuk Indonesia makanya dibilang rekor dunia, ya membanggakan lah," tandasnya.
- "Motif Batik “Parang Rusak” Dikabarkan telah Dipatenkan oleh Malaysia!!!"
BalasHapusKekayaan warisan budaya Indonesia sering dilirik bangsa lain bahkan beberapa diantaranya diklaim oleh negeri tetangga. Klaim Malaysia terjadap lagu Rasa Sayange, alat musik Angklung, pakaian batik, rendang dan Reog Ponorogo membuat gerah bangsa Indonesia. Kini, tersiar kabar bahwa motif batik khas Yogyakarta yakni “Parang Rusak” dipatenkan Malaysia.
Harian KR terbitan Kamis, 6 Desember 2007, di halaman pertama memuat berita berjudul “JIKA DIKLAIM MALAYSIA , SULTAN PROTES ; Batik ’Parang Rusak’ Sudah Dipatenkan”, berikut kutipannya :
Saat ditemui di sela-sela peresmian SDN Kalongan Maguwoharjo Depok, Rabu (5/12), Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengaku belum tahu persis motif batik ‘Parang Rusak’ yang sudah dipatenkan Malaysia tersebut. ”Saya belum pernah melihat motif batik ‘Parang Rusak’ yang dipatenkan Malaysia itu. Apakah sama dengan motif batik ‘Parang Rusak’ Yogyakarta atau tidak. Jadi saya belum bisa berkomentar banyak. Namun yang jelas, batik ‘Parang Rusak’ Yogyakarta sudah dipatenkan di Indonesia,” tegasnya. Saat didesak apakah akan mengambil sikap kalau memang motif batik ‘Parang Rusak’ dipatenkan Malaysia, Sultan mengaku akan lihat-lihat dulu. ”Kalau memang batik ‘Parang Rusak’ Malaysia itu dipatenkan hanya untuk di Malaysia sendiri ya tak masalah. Seperti halnya batik ‘Parang Rusak’ Yogyakarta yang sudah dipatenkan di Indonesia,” ujarnya. Namun demikian, lanjut Sultan, akan lain masalahnya kalau Malaysia mempatenkan motif batik ‘Parang Rusak’ itu ke tingkat dunia. ”Kalau itu yang dilakukan, tentu masalahnya akan lain. Sepanjang paten itu hanya berlaku untuk Malaysia, ya tak masalah,” tandasnya.
Seperti diutarakan Ngarsa Dalem diatas, motif batik itu telah dipatenkan namun baru ditingkat Nasional saja, seharusnya segera dipatenkan ke tingkat Internasional sehingga tidak diklaim negara lain. Selanjutnya, apakah benar “Parang Rusak” telah dipatenkan Malaysia, kita tunggu kabar beritanya.